Kamis, 25 April 2013

Hukum Perjanjian



Hukum Perjanjian

 


Nama : Muhammad Harits Utama
NPM : 24211854

Kata Pengantar


Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala Puji bagi Allah, rahmat dan salam untuk Muhammad Rasul pilihan, saya sebagai penyusun makalah telah berhasil dalam Menyusun makalah dari mata kuliah Aspek Hukum Dalam Ekonomi tentang materi SAP mengenai HUKUM PERJANJIAN , yang dapat diselesaikan semata-mata atas kehendak-NYA dan rahmat cinta-kasihNYA yang berlimpah-limpah. Dalam makalah ini juga akan dipelajari atau membahas secara keseluruhan tentang Hukum Perjanjian.
Saya berupaya dalam penyusunan makalah ini untuk memberi sedikit penjelasan dan pandangan tentang lebih jauh tentang Hukum Perjanjian, maupun penjelasan tentang latar belakang terjadinya Hukum Perjanjian di Indonesia secara umum, dan upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup masyarakat yang kurang pengetahuan tentang Hukum Perjanjian di Indonesia. 
Depok, April 2013

Penyusun












Bab I
Pendahuluan
Dalam buku III B.W berjudul “Perihal Perikatan”, perkataan “perikatan”(verbintenis) mempunyai arti yang lebih luar dari perkataan “perjanjian”, sebab dalam buku III itu diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan/perjanjian yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum (onrechtmatigedaad) dan perihal perikatan yang timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan (zaakwarneming). Tetapi, sebagian besar dari buku III di tujukan pada perikatan-perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian. Jadi berisikan hukum perjanjian.
Latar belakang

Hukum perjanjian sering diartikan sama dengan hukum perikatan. Hal ini berdasarkan konsep dan batasan definisi pada kata perjanjian dan perikatan. Pada dasarnya hukum perjanjian dilakukan apabila dalam sebuah peristiwa seseorang mengikrarkan janji kepada pihak lain atau terdapat dua pihak yang saling berjanji satu sama lain untuk melakukan suatu hal.
Sedangkan, hukum perikatan dilakukan apabila dua pihak melakukan suatu hubungan hukum, hubungan ini memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan hak dan kewajiban kepada masing-masing pihak untuk memberikan tuntutan atau memenuhi tuntutan tersebut.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum perjanjian akan menimbulkan hukum perikatan. Artinya tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang jika tidak ada perjanjian tertentu yang disepakati oleh masing masing pihak.

RUMUSAN MASALAH
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai hukum perjanjian antara lain meliputi persoalan:
1.      Hubungan antara perjanjian dan perikatan
2.      Sistem terbuka dan asas konsensualitasdalam hukum perjanjian
3.      Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
4.      Kebatalan dan pembatalan suatu perjanjian
5.      Lahir dan hapusnya suatu perjanjian

Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dapat dicapai tujuan sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui hubungan antara perjanjian dan perikatan
2.      Untuk mengetahui sistem terbuka dan asas konsensualitasdalam hukum perjanjian
3.      Untuk mengetahui syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
4.      Untuk mengetahui kebatalan dan pembatalan suatu perjanjian
5.      Untuk mengetahui lahir dan hapusnya suatu perjanjian
Kerangka Pemikiran
1.      Teori kehendak
Kehendak untuk adanya kesepakatan telah dinyatakan kepada pihak lain.
2.      Teori Pengetahuan
Kehendak untuk ada kesepakatan telah diketahui pihak lain dan telah diterima.
3.      Teori Pengiriman
Kehendak untuk diadakan kesepakatan telah dikirim kepada pihak lain dan telah diterima.
4.      Teori Kepercayaan
Kehendak untuk diadakan kesepakatan telah diterima dengan layak oleh pihak lain.








Bab II
Pembahasan
1)      Hubungan antara perjanjian dan perikatan
Suatu perjanjian adalah suatu pereistiwa dimana satu orang atau satu pihak berjanji kepada seorang atau pihak lain dan dimana dua orang atau dua pihak itu saling berjanji untuk melaksanakan suatuhal(pasal 1313 KUHPer. Oleh karena itu perjanjian timbulnya suatu hubungan antara dua orang atau dua pihak tersebut yang dinamakan Perikatan.  Perjanjian itu menerbitkan suatu perkataan antara dua orang atau dua pihak yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangakaian perkataan yang mengundang janji atau kesanggupan yang ditulis atau diucapkan.
Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu melibatkan perikatan. Perjanji adalah salah satu sumber perikatan  disamping sumber lainnya. Suatu perjanjian juga dinamakan suatu persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk melakukan sesuatu. Dapat dikatakn bahwa dua perkataan(perjanjiandan persetujuan) itu adalah sama artinya perkataan “kontrak” lebihsempit karena ditujukan kepada perjanjian atau persetujuan yag tertulis.
Bentuk perikatan yang agak lebih rumit:
Perikatan bersyarat: suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi.
   1). Perikatan dengan syarat tangguh
        Perikatan lahir hanya apabila peristiwa yang
        dimaksud itu terjadi dan perikatan lahir pada detik
        terjadinya peristiwa itu.
   2). Perikatan dengan suatu syarat batal
        Suatu perikatan yang sudah lahir, justru berakhir atau
        batal apabila peristiwa yang di maksud itu terjadi.

2)      Sistem terbuka dan asas konsensualitasdalam hukum perjanjian
Didalam buku III B.W terdiri atas suatu bagian umum dan suatu bagian umum dan suatu bagian khusus. Bagian umum membuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya suatu perikatan, macam prikatan dsb. Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai Perjanjian-perjanjian yang sudah mempunyai nama-nama tertentu, misalnya jual beli, sewa-menyewa, maafschap, pemberian(schenking) dsb.
Buku III itu  menganut asas kebebasan dalam hal menganut perjanjian (beginsel der contractsvrijheid). Asas inin dapat disimpulkan dari pasal 1338 yang menerangkan bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatynya. Tetapi dari peraturan ini dapat di simpulkan bahwa orang yang leluasa untuk membuat perjanjian apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum atau kesusilaan.
Sistem yang dianut oleh buku ini itu juga lazim dinamakan sistem terbuka yang merupakan sebaliknya dari yang dianut oleh buku III perihal hukum perbedaan. Disitu orang tidak diprrkenankan untuk membuat atau memperjanjikanm hak-hak perbendaan lain, slain dari yang diatur dalam B. W. Sendiri. Disitu dianut suatu sistem terrutup.
Adapun asas konsensualitas dalam hukum perjanjian menurut teori pernyataasn yaitu:
a)      Perjanjian lair sejak para pihak mengeluarkan kehaendaknya scara lisan dan tertulis. Sepakat yang diperlukan untuk melahirkan perjanjian di anggap telah tercapai, apabila yang dikerluarkan oleh pihak diterima oleh pihak lain.
b)      Teori penawaran bahgwa perjanjoian lahir pada detik terimanya suatiu penawaran ( offerte). Apabila seorang melakukan penawaran dan penawaran tersebut di terima oleh orang lain secara tertulois maka perjajian harus dianggap lahir pada saat pihak yang melakukan penawaran menerima jawaban secara tertulis dari pihak lainnya.

3)      Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian
Pasal 1320 kitab undang-undang perdata (burgelijike wotboek) u8ntuk sahnya suatu perjanjian di[perlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk mereka yang membuat suatu perjanjian
3.      Suatun hal terrtentu
4.      Suatu sebab yang halal.

Unsur Perjanjian
   Aspek Kreditur atau disebut aspek aktif :
  1). Hak kreditur untuk menuntut supaya pembayaran dilaksanakan;
  2). Hak kreditur untuk menguggat pelaksanaan pembayaran
3). Hak kreditur untuk melaksanakan putusan hakim.
   Aspek debitur atau aspek pasif terdiri dari :
1). Kewajiban debitur untuk membayar utang;
2). Kewajiban debitur untuk bertanggung jawab  terhadap gugatan kreditur
3). Kewajiban debitur untuk membiarkan barang-  barangnya dikenakan sitaan eksekusi

4)      Kebatalan dan pembatalan suatu perjanjian

Pembatalan ini pada umumnya berakibat bahwa keadaan antara kedua pihak dikembalikan seperti pada waktu perjanjan sebelum dibuat. Kalau yang dimaksudkan oleh undang-undanbg itu untuk melindungi suatun pihak yang membuat perjanjian sebagai mana halnya dengan orang0-orang yang masih dibawah umur/dalam hal te;lah terjadi suatu paksaan, kekilafan atau penipuan, maka opembatalan itu hanya dapat dituntut oleh orang yang hendak dilindungi oleh undang-undang itu. Penuntutsn pembatalan yang daopatr diajukan olerh salah sau pihak yang membuat perjanjian yang dirugikan, karena oerjanjian itu harus dilakukan setelah waktu lima tahun, waktu mana dalam hal suatu perjanjian yang dibuat oleh seorang yang belum dewasa dihitung mulai hari orang itu teklah menjadi dewasa dan dalam hal suatu perjanjian yang dibuat karena kekhilafan atau peni[uan dihitung mulai hari dimana kekhilafan atau penipuan ini diketahuinya. penuntutan pembatalan akan tidak diterima oleh hakim jka terrnyata sudah ada penerimaan baik dari pihak yang rugikan.
 Akhirnya, selain dari apa yang diatur dalam B.W. yang diterangkan diatas ini, ada pula kekuasaan yang oelh organisasi woeker (stbl. 1938-5240) diberikan pada hakim untuk membatalkan perjanjian, jika ternyata antara kedua belah pihak telah diletakan kewajiban timbal balik yang satu sama lain jauh tidak seimbang dan ternyata pula satu  pihak berbuat secara bodoh, kurang pengalaman atau dalam keadaan terpaksa.
5)      Lahir dan hapusnya suatu perjanjian :

A.    Perikatan-prikatan yang lahir dari perjanjian
Untuk suatu perjanjian yang harus terpenuhi empat syarat yaitu:
1.      Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3.      Suatu hal tertentu yang diperjanjiakan
4.      Suatu sebab(oorzaak) yang halal, artinya yang tidak terlarang(pasal:1320).
Selanjutnya undang-undang menghendaki untuk sahnya suatu perjanjian harus ada suatu oorzaak(“caosa”)yang diperbolehakan. Secara leterlijk kata oorzaak atau caosa berarti sebab, tetapi menurut riwayatnya, yang dimaksudkan dengan kata itu ialah tujuan yaitu apa yang dikehendaki oleh kedua pihak dengan mengadakan perjanjian itu. Misalnya, dalam suatu perjanjian jual beli: satu pihak akan menerima sejumlah uang tunai dan pihak lain akan menerima bunga(rente). Dengan kata lain caosa berati: isi perjanjian itu sendiri.
Suatu perjanjian harus dianggap lahir pada waktu tercaiannya suatu kesepakatan antara kedua belah pihak. Orang yang hendak membuat perjanjian harus menyatakan kehendaknya dan kesediannya untuk meningkatkan dirinya. Pernyataan kedua belah pihak bertemu dan sepakat misalnya dengan memasang harga pada barang ditoko, orang yang mempunyai toko itu dianggap telah menyatakan kehendaknya untuk menjual barang-barang itu. Apabila ada sesuatu yang masuk ketoko tersebuit dan menunjuk suatu barang serta membayar harganya dapat dianggap telah lahir suatu perjanjian jual beli yang meletakkan kewajiban pada pemilik toko untuk menyerahkan baran-barang itu
B.     Perihal-perihal hapusnya perikatan
Undang-undang menyebutkan 10 macam cara hapusnya perikatan. Antara lain
1.      Karena pembayaran
2.      Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan barang yang hendak dibayarkan itu disuatu tempat
3.      Pembaharuan hutang
4.      Kompensasi atau perhitungan hutang timbal balik
5.      Percampuran hutang
6.      Hapusnya barang yang dimaksudkan dalam perjanjian
7.      Pembatalan perjanjian
8.      Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
9.      Lewat waktu

Perincian dalam jumlah pasal 1381B.W. itu tidak lengkap karena telah dilupakan hapusnya suatu perikatan karena lewatnya suatu ketetapan waktu yang dicantumkan dalam suatu perjanjian. Selanjutnya dapat diperingatkan ppada beberapa cara yang khusus ditetapkan terhadap perikatan misalnya ketentuan suatu perjanjian”maatchap” atau perjanjian “Lastgeving” hapus dengan meninggalnya seorang anggota maatchap itu atau meninggalnya orang yang memberikan perintah dan karena curatele atau pernyataan pailit mengakibatkan juga hapusnya perjanjian maatchap itu.


Bab III
Penutup
Demikianlah makalah yang saya buat, semoga apa yang saya sampaikan dalanm makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun khususnya, maupun bagi teman-teman sekalian. Saya menyadari bahwa didalam penulisan makalah ini masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun dalam penyampaian. Untuk itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan  untuk kesempurnaan makalah selanjutnya, semoga dapat bermanfaat. Amin.

KESIMPULAN

Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang atau satu pihak berjanji pada seorang/pihak lain, dan dimana dua orang/dua pihak ituv saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (pasal 1313 KUHPer). Sedangkan perikatan adalah suatu perhubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang yang memberi hak kepada salah satu untuk menuntutr barang sesuatu darin yang lainnya, sedangkan opihak lainnya diwajibkan memenuhi tuntutan itu. Dengan demikian hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah perjanjian itun melibatkan perikatan. Di dalam pasal 1320 KUHPer B.W untuk syahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
1.      Sepakat mereka yang mengakibatkan dirinya
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3.      Suatu hal tertentu
4.      Suatu sebab yang halal






Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;