Indonesia Akan Mengalami Krisis
Pangan
AKARTA, BP - Peneliti
pangan asal Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santoso memprediksi
Indonesia akan mengalami krisis pangan pada tahun 2017. Prediksi ini
berdasarkan tingkat konversi lahan pertanian di Indonesia yang semakin hari
terus meningkat.
Hal ini disampaikannya menanggapi hasil riset terbaru Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan tentang pangan komunitas. Riset tersebut menunjukan
bahwa lahan pertanian di Indonesia khususnya Pulau Jawa semakin menyusut.
"Sampai 2014 pangan kita masih aman. Tapi kalau tren ini terus berlanjut, pada tengah pemerintahan mendatang akan terjadi," kata Andreas dalam acara peluncuran hasil riset tentang pangan komunitas di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (27/10).
Andreas mengatakan, minimnya lahan ditambah
dengan ketergantungan akan impor membuat harga pangan semakin mahal. Karenanya,
jika pemerintah tidak mengatasi masalah ini maka harga pangan dipastikan tidak
akan bisa terjangkau oleh masyarakat.
"Kalau impor kita tinggi dan negara
pengekspor tidak punya stok maka negara kita bisa kolaps," ujar dosen IPB
tersebut.
Riset Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan
mengambil sampel lahan sawah di Karawang, Jawa Barat. Selama kurun waktu
1989-2007, laju alih fungsi lahan di Karawang mencapai 135,6 hektare per tahun.
Artinya, selama periode tersebut lahan sawah di Karawang berkurang sebanyak
2.578 hektare.
Ayip Abdullah dari Koalisi Rakyat untuk
Kedaulatan Pangan mengatakan, luas lahan pertanian di Karawang menyusut dari 94
ribu hektare menjadi 92 ribu hektare. Lahan pertanian dikonversi menjadi
wilayah industri, perumahan, maupun infrastruktur jalan.
"Kalau begini terus, status Kabupaten
Karawang sebagai lumbung beras nasional pelan-pelan akan hilang," ujar
Ayip.
Ayip menambahkan, program Masterplan Percepatan
dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ikut bekontribusi
mengurangi lahan pertanian di Karawang. Menurutnya, proyek pembangunan
pelabuhan Cilamaya dan jalan penghubungnya menghabiskan persawahan sekitar 60
hektare.
"Jika rata-rata produksi di wilayah ini 5
ton per hektare maka akan hilang sebanyak 300 ton gabah," paparnya.
Penelitian yang dibiayai Oxfam ini juga memotret
situasi pangan di Sumba Timur, NTT dan Nabire, Papua. Ketahanan pangan di dua
daerah tersebut mengkhawatirkan karena kendala iklim dan resiko bencana.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Staf Khusus
Presiden Bidang Ekonomi, Rizal Edy Halim mengatakan bahwa pemerintah telah
mengeluarkan beberapa kebijakan untuk mencegah konversi lahan pertanian. Namun,
ia mengakui bahwa kebijakan tata ruang itu belum dijalankan oleh seluruh
provinsi.
"Ada 17 provinsi yang sudah selelsai tata
ruangnya, dan 16 belum. Yang belum selesai nanti kita evaluasi dulu," kata
Rizal. (dil/jpnn)
Analisis : kita harus menjaga lahan
untuk kebutuhan pangan kita kedepannya agar tidak mengalami krisis pangan.
Janganlah semua lahan-lahan dirubah menjadi gedung-gedung pencakar langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar