Banyak yang "Cari Muka" dari Kenaikan Harga Elpiji
12 Kg
JAKARTA, KOMPAS.com —
Isu kenaikan harga elpiji 12 kilogram telah dimanfaatkan oleh berbagai pihak
yang berkepentingan untuk menaikkan popularitas menjelang Pemilihan Umum 2014.
Pengamat BUMN yang juga menjadi peneliti di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi M Said Didu menyatakan, banyak pihak yang cari muka sehubungan dengan kenaikan elpiji 12 kilogram. Yang justru menjadi korban dalam hal ini adalah PT Pertamina.
"Para menteri mencari muka agar bisa populer menjelang Pemilihan Umum 2014. Isu ini dimanfaatkan untuk pencitraan para politisi. Pertamina yang akhirnya menjadi korban," ujarnya, Senin (6/1/2014).
Said Didu yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN menjelaskan, kejadian serupa pernah terjadi pada 2008. Saat itu pihaknya sudah melaporkan masalah kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg.
Namun, yang terjadi, pemerintah saat itu tidak memberi solusi agar kerugian bisa ditekan. "Yang terjadi justru pemerintah minta agar kenaikan harganya ditunda. Ini kan menyalahi aturan karena BUMN dilarang rugi dalam menjalankan bisnisnya," lanjut Said.
Kenaikan harga elpiji 12 kg telah direspons oleh berbagai kalangan. Bahkan, antara Menteri BUMN dan Menko Perekonomian sempat muncul polemik terkait masalah kenaikan ini.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah mengetahui kenaikan tersebut, tetapi tidak dikoordinasikan. Menanggapi tudingan itu, Dahlan Iskan disebutkan menerima semua tudingan itu.
"Semua pokoknya salah saya. Sudah enggak apa-apa," ujar Dahlan seusai rapat terbatas di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Minggu (5/1/2014).
Dahlan juga menyebutkan bahwa pemerintah selalu mencoba menghalangi Pertamina menaikkan harga elpiji.
"Pada waktu awal tahun harga elpiji mau dinaikkan, ada yang bilang awal tahun kok harganya naik. Kemudian pertengahan tahun, ada yang bilang pertengahan tahun kok naik. Hingga menjelang pilpres harga naik, juga dibilang mau pilpres kok harga elpiji naik," ungkapnya.
Pengamat BUMN yang juga menjadi peneliti di Badan Pengkajian Penerapan Teknologi M Said Didu menyatakan, banyak pihak yang cari muka sehubungan dengan kenaikan elpiji 12 kilogram. Yang justru menjadi korban dalam hal ini adalah PT Pertamina.
"Para menteri mencari muka agar bisa populer menjelang Pemilihan Umum 2014. Isu ini dimanfaatkan untuk pencitraan para politisi. Pertamina yang akhirnya menjadi korban," ujarnya, Senin (6/1/2014).
Said Didu yang juga pernah menjabat sebagai Sekretaris Kementerian BUMN menjelaskan, kejadian serupa pernah terjadi pada 2008. Saat itu pihaknya sudah melaporkan masalah kerugian Pertamina dari bisnis elpiji 12 kg.
Namun, yang terjadi, pemerintah saat itu tidak memberi solusi agar kerugian bisa ditekan. "Yang terjadi justru pemerintah minta agar kenaikan harganya ditunda. Ini kan menyalahi aturan karena BUMN dilarang rugi dalam menjalankan bisnisnya," lanjut Said.
Kenaikan harga elpiji 12 kg telah direspons oleh berbagai kalangan. Bahkan, antara Menteri BUMN dan Menko Perekonomian sempat muncul polemik terkait masalah kenaikan ini.
Menko Perekonomian Hatta Rajasa menyebutkan, Menteri BUMN Dahlan Iskan sudah mengetahui kenaikan tersebut, tetapi tidak dikoordinasikan. Menanggapi tudingan itu, Dahlan Iskan disebutkan menerima semua tudingan itu.
"Semua pokoknya salah saya. Sudah enggak apa-apa," ujar Dahlan seusai rapat terbatas di Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma, Minggu (5/1/2014).
Dahlan juga menyebutkan bahwa pemerintah selalu mencoba menghalangi Pertamina menaikkan harga elpiji.
"Pada waktu awal tahun harga elpiji mau dinaikkan, ada yang bilang awal tahun kok harganya naik. Kemudian pertengahan tahun, ada yang bilang pertengahan tahun kok naik. Hingga menjelang pilpres harga naik, juga dibilang mau pilpres kok harga elpiji naik," ungkapnya.
Analisa : janganlah mengambil keuntungan di atas penderitaan
orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar